Oleh: Jumardi, S. Ud.
TINJAUAN UMUM TENTANG CADAR
A.
Pengertian Cadar
Cadar
dalam Kamus Besar Bahasa Indoenesia berarti kain penutup kepala atau muka
(bagi perempuan)[1]. Dalam
bahasa Arab cadar disebut dengan النقاب. Niqob bentuk jamaknya Nuquub. Dalam kamus Al-Munawwir Niqab
berarti kain tutup muka.[2] Dalam
kamus Lisaanul Arab kata النقاب yaitu kain penutup wajah bagi perempuan hingga hanya kedua mata
saja yang terlihat[3].
Dari
arti kata cadar di atas, dapat dipahami bahwa cadar adalah suatu nama yang
diperuntukkan bagi pakaian yang berfungsi untuk menutup wajah bagi perempuan.
B.
Perbedaan Cadar dengan Jilbab, Khimar, dan
yang lainnya
Untuk
memudahkan memahami perbedaan antara cadar dengan Jilbab, Khimar, dan yang
lainnya perlu dibuat klasifikasi istilah beberapa pakaian yang digunakan perempuan
muslimah. Beberapa peristilahan dalam busana muslimah, antara lain:
1. Jilbab,
yaitu pakaian terusan panjang yang menutupi seluruh badan kecuali tangan,
kaki dan wajah yang biasa dikenakan oleh para perempuan muslim. Penggunaan
jenis pakaian ini terkait dengan tuntunan syariat
Islam untuk menggunakan pakaian yang menutup aurat[4].
2. Hijab,
yaitu dinding yang membatasi sesuatu dengan yang lain.[5]Dinding
ini bisa berupa tirai atau yang lainnya yang fungsinya untuk memisahkan antara
majelis laki-laki dan majelis perempuan. Di kalangan masyarakat khususnya
muslim menyebutnya sebagai pakaian untuk perempuan muslim yang sesuai dengan
syaria`t dan menyebut penyandangnya dengan kaum muhajjabah (perempuan
yang mengenakan hijab).
3.
Khimar, berasal dari bahasa Arab yang bentuk
jamaknya “khumur” yang berarti kerudung dan tidak identik dengan jilbab, karena
kerudung hanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jilbab yang harus
dikenakan perempuan muslim. Maka diperintahkan kepada perempuan muslim untuk
menutupkan kain kerudungnya pada lengan, leher, perhiasan yang dipakai di
telinga dan leher sampai menutupi dada.[6]
4.
Gamis/Abaya, yaitu pakaian longgar, bentuknya
hampir sama dengan jilbab. Baju perempuan bagian atas, berlengan panjang,
dipakai dengan kain panjang.[7]
5.
Purdah, yaitu pakaian luar atau tirai yang
berjahit, mirip dengan abaya. Tirai penutup ruang yang ditempati perempuan agar
tidak terlihat.[8]
Dari
penjelasan masing-masing busana yang dipakai oleh perempuan muslimah di atas
dapat dibedakan mana yang disebut sebagai cadar dan mana yang tidak. Dimana cukup jelas bahwa cadarlah
satu-satu busana muslimah yang pemakaiannya yaitu dengan menutup wajah hingga
hanya mata saja yang terlihat.
C.
Fenomena Cadar
Pemakaian
cadar sampai sekarang masih menjadi fenomena di beberapa negara. Seperti di
Yaman, dimana anak-anak kecil dipaksa dan diwajibkan orang tuanya memakai cadar,
sehingga anak-anak mereka merasa tertekan dan takut jika tidak memakai cadar.
Jika sang anak diketahui oleh orang tuanya tidak memakai cadar maka ia akan
dimarahi dan dipukul. Di sisi lain ada anak yang menganggap bahwa memakai cadar
merupakan tradisi Yaman karena begitu diwajibkan memakai cadar oleh orang
tuanya.[9]
Sementara
di Mesir, karena perempuan bercadar begitu sulit mendapatkan pekerjaan,
didirikanlah sebuah stasiun televisi yang penyiarnya semuanya bercadar. Stasiun
tersebut diberi nama Maria sebagai simbol kebebasan bagi perempuan seperti
Maria al-Qibtiyah, budak perempuan Mesir yang dibebaskan Rasulullah SAW.
setelah dinikahinya.[10]
Di
tempat yang sama, Mesir, Syaikh al-Azhar Syeh Mohammed Sayyed Tantawi, saat meninjau
sekolah menengah untuk mengecek kesiapan al-Azhar menghadapi flu babi Ia
melihat seorang pelajar menggunakan cadar, kerudung yang menutupi sampai muka sehingga
hanya terlihat matanya. Tantawi meminta pelajar itu melepaskan cadarnya. "Cadar tidak ada hubungannya dengan Islam," katanya.
"Saya tahu soal agama lebih baik daripada kamu atau orang tuamu." Tantawi
kemudian mengatakan ia akan segera mengeluarkan perintah yang melarang
perempuan bercadar masuk sekolah-sekolah al-Azhar.[11]
Tantawi, seperti sebagian besar ulama,
agaknya berpandangan bahwa cadar--berbeda dengan kerudung--kebiasaan kuno yang
sudah ada di Arab sejak sebelum Islam datang.
Tantawi termasuk ulama terbesar di
Mesir. Saat pemimpin Palestina, Yasser Arafat, meninggal, ulama ini yang
memimpin salat jenazah. Ia pernah memimpin bidang tafsir di program
pascasarjana Universitas Islam Madinah, Arab Saudi dan menjadi ulama tertinggi
(grand mufti) Mesir sebelum memimpin al-Azhar.
Ulama al-Azhar lain, Abdel Moati
Bayoumi, mengatakan ia akan mendukung larangan itu. "Kami semua sepakat
bahwa cadar bukan kewajiban agama," kata Bayoumi. "Taliban memaksa
perempuan mengenakan cadar, fenomena ini kemudian menyebar."
[islammuhammadi/mt/tempo][12]
Fenomena ini sebagai bukti bahwa permasalahan
cadar sampai saat ini masih menimbulkan polimek-polimek tertentu. Dari masalah
motif penggunaannya sampai pada tahap sosial. Hal ini kemudian mengakibatkan
suatu stigma bahwa cadar banyak menimbulkan ‘masalah’ di masyarakat. Untuk itu,
penulis beranggapan bahwa masalah terkait cadar ini harus segera diluruskan,
agar setidaknya ada saling memahami di antara yang berbeda memahaminya. Kalau
ini menjadi prinsip maka ia menjadi prinsip. Tapi jika ini hanyalah sesuatu
yang khilafiyah selayaknya bisa saling toleransi dan tidak lagi
dipermasalahkan.
D.
Motif Penggunaan Cadar
Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2007) terhadap perempuan bercadar
di Surakarta, ditemukan bahwa terdapat beberapa hal yang membelenggu atau
membatasi cara berfikir perempuan bercadar. Hal-hal tersebut antara lain adalah
pengalaman subjektif, sudut pandang, prasangka, prinsip, kepentingan, referensi
pembanding, dan pemikiran-pemikiran keagamaan yang berkembang dalam komunitas
tempat perempuan bercadar itu bersosialisasi atau tinggal[13].
Prasetyo
mengungkapkan bahwa perempuan bercadar lebih memilih rasionalisasi daripada proyeksi,
sebagai cara untuk melepaskan diri dari pertentangan atau konflik batin. Salah
satu contohnya adalah adanya konstruksi kesadaran tentang “menghindari fitnah”
sebagai motif bercadar. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan bercadar
cenderung membangun suatu penjelasan dan alasan-alasan, daripada meletakkan
kesalahan pada pihak lain, dalam hal ini laki-laki.
Prasetyo
kemudian membagi motif penggunaan cadar
bagi perempuan sebagai berikut:
a) Motif
bersifat historis-reason. Cadar digunakan untuk mengubur sejarah masa
lalu, sebagai janji setelah menikah, wujud pengabdian kepada suami dan agama,
atau untuk menjaga diri dari gangguan laki-laki asing. Dalam hal ini, cadar
dimaknai sebagai rem pakem dalam berprilaku dan symbol atas kehormatan dan
perkawinan.
b) Motif
bersifat religious-reason. Penggunaan cadar sebagai hasil sintesi dari
dialektika pemahaman keagamaan yang terus berkembang. Cadar diyakini sebagai
kebaikan (sunnah) yang sangat dianjurkan, maupun syariat yang wajib dilaksanakan.
c) Motif
meninggalkan kesenangan duniawi. Cadar yang digunakan merupakan wujud cinta
pada Tuhan. Dalam hal ini kehidupan di dunia diyakini hanya sementara dan masih
terdapat kehidupan yang lebih kekak setelah kematian.[14]
Selain
tiga motif di atas, dari pengamatan penulis yang pernah menanyakan langsung
kepada perempuan bercadar yang penulis temui di fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, yaitu motif pembiasaan ketika kecil oleh
orang tua. Dalam hal ini dari dia berumur balita hingga dewasa, orang tua perempuan
tersebut membiasakan memberikan pakaian yang bercadar kepadanya. Akibatnya dia
menjadi terbiasa memakai cadar hingga dewasa. Jadi bukan karena pemahamannya
terhadap agama, tapi juga karena faktor kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan
dari kebiasaan orangtuanya sendiri.
E.
Realisasi tutup muka dalam tinjauan aurat perempuan
Pemakaian
cadar di masyarakat masih asing. Kebanyakan masyarakat merasa canggung melihat
seorang muslimah memakai cadar, apalagi menggunakannya sebagai pakaian harian.
Hal ini kemudian perempuan yang memakai cadar merasa diasingkan dari kehidupan
sosial masyarakat.
Perempuan
yang memakai cadar tergolong perempuan yang ikut dalam suatu fikrah tertentu
yang mana cadar dipahami suatu keharusan dipakai bagi perempuan mereka. Kalau
dilihat realita di masyarakat, pemakaian cadar termasuk hal yang tabu dan belum
dikenal oleh kebanyakan masyarakat. Hal ini berbeda dengan jilbab, dimana masyarakat
umum sudah sangat kenal dan mulai mengenakannya dalam berpakaian. Sehingga
jilbab tidaklah menjadi hal yang tabu di masyarakat.
Dian Nurlaili menulis dalam sebuah blog bahwa perempuan yang
mengenakan cadar cenderung dijauhi oleh masyarakat. Mereka di cap sebagai
aliran sesat sehingga masyarakat berusaha menjaga jarak dengan para pemakai cadar.
Kemudian masyarakat juga menganggap bahwa perempuan bercadar cenderung sulit
bersosialisasi dan menutup diri terhadap masyarakat sekitar, serta hanya
bersedia bergaul dengan golongannya. Stigma seperti ini yang harus dihilangkan.
Karena ada pula perempuan bercadar yang bersedia bergaul dengan masyarakat
sekitar. Namun yang terjadi malah masyarakat tersebut cenderung membatasi
pergaulannya dengan mereka. Sehingga menjadi tidak mudah bagi perempuan pemakai
cadar untuk melewati dinding-dinding pembatas antara ia dan masyarakat sekitar.
Kemudian bagi yang masih belum membuka diri dengan masyarakat, bisa sedikit
demi sedikit bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Hal ini perlu dilakukan
untuk menghindari adanya gap yang terlampau jauh di masyarakat. Apabila dalam
masyarakat Indonesia telah terbangun rasa saling menghargai dan tenggang rasa
yang tinggi, maka diharapkan persatuan dan kesatuan bangsa yang terjalin
semakin kuat. Sehingga nantinya negara ini akan lebih cepat maju serta dapat
meminimalisir adanya tindakan oknum-oknum yang mencoba memecah belah negara
Indonesia.[15]
Lalu
mengapa kemudian pemakaian cadar bagi perempuan ini suatu yang menjadi polimek
tersendiri di kalangan ulama. Mereka terus mempertahankan apa yang mereka
pahami terhadap pemakaian cadar ini. Yang menjadi perbedaan pendapat di
kalangan ulama adalah apakah muka perempuan termasuk aurat atau tidak. Inilah
yang kemudian menjadi kajian yang harus dibahas lebih lanjut dan untuk
disamakan persepsi terhadapnya. Jika muka termasuk aurat, maka memakai cadar
menjadi sebuah kewajiban bagi perempuan untuk melindungi muka dari laki-laki
asing. Akan tetapi jika muka bukan termasuk aurat, maka memakai cadar bukan
menjadi kewajiban untuk digunakan bagi perempuan.
Kedua
pendapat yang berbeda satu dan yang lainnya masing-masing mempunyai dalil yang
cukup kuat dalam mempertahankan pendapatnya. Walaupun ada beberapa dalil yang
digunakan merupakan dalil yang sama untuk mengeluarkan hukum yang berbeda. Yang
satu memahami suatu dalil, yang kemudian
menyimpulkan memakai cadar bagi perempuan adalah wajib. Sedang yang satu lagi
memahami dalil itu bukanlah suatu kewajiban, tapi hanya suatu kebaikan saja.
[1] Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2008, Kamus
Bahasa Indonesia, halaman 250.
[2] Al-Munawwir, halaman 1451.
[3] Ibnu Manzhur, Lisaanul Arab,
Jilid I, Dar Shadir, Beirut, hlm. 768.
[4] Wikipedia bahasa Indonesia; Jilbab.
[5] Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2008, Kamus
Bahasa Indonesia;hijab.
[6] Wikepedia bahasa Indonesia; khimar
[7] Tim Penyusun Pusat Bahasa, Op.Cit;
Abaya.
[8] Ibid.; Purdah.
[10] al-Arabiya.net
[12] Ibid.
[13] Mira Rizki Wijayani, 2008, Gambaran
Resiliensi Pada Muslimah Dewasa Muda yang Menggunakan Cadar, FPSI UI, hlm. 33-34.
Mira mengutip dari Prasetyo, Y.E. 2007. Individualisasi Kaum Bercadar
: Studi Kasus 3 Mahasiswi Muslim Bercadar di Universitas Negeri Solo.
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM. Skripsi.
[14] Ibid.
Agen Casino Terbaik
BalasHapusAgen Situs Terbaik
https://bit.ly/2ENk1VF
Yuk Gabung Bersama Kami Sekarang Dan Nikmati Berbagai Macam Bonus Menarik Lain Nya Seperti:
*Bonus New Member 120%
*Bonus New Member 50%
* Bonus New Member 30%
* Bonus New Member 20% Khusus Poker
* Bonus Referral
*Bonus Rollingan Casino Hingga 0.8%
*Bonus 5% setiap hari
Info Lebih Lanjut Bisa Hub kami Di :
WA : 081358840484
BBM : 88CSNMANTAP
Facebook : 88Csn
-www.jeruk88.com