Pages

Labels

Kamis, 29 Mei 2014

Keutamaan Bulan Syakban

Oleh: Abdul Somad


Makna kata Sya’ban adalah tasya’ub padanan katanya adalah tafarruq (tersebar), karena orang-orang Arab menyebar untuk mencari air atau menyebar ke dalam gua-gua setelah berakhirnya bulan Rajab. (al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari: 4/213). Pendapat lain menyebutkan bahwa kata Sya’ban berasal dari kata Sya’b, artinya pertemuan atau perkumpulan. Disebut bulan Sya’ban karena banyak kebaikan terkumpul di bulan Sya’ban. (Imam Badruddin al-‘Aini, ‘Umdat al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari: 17/49).

Puasa di Bulan Syakban
Aisyah berkata, Rasulullah SAW melaksanakan puasa di sepanjang bulan Syakban, bersambung dengan puasa bulan Ramadhan. (HR Abu Daud, an-Nasa’i dan Ibnu Majah). Dari teks ini dapat difahami bahwa Rasulullah SAW melaksanakan puasa di sepanjang bulan Sya’ban. Sementara dalam Shahih Muslim Aisyah berkata, “Rasulullah SAW melaksanakan puasa hingga kami mengatakan, ‘Ia berpuasa’. Rasulullah SAW makan hingga kami mengatakan, ‘Ia tidak berpuasa’. Aisyah tidak pernah melihat Rasulullah SAW berpuasa di bulan lain melebihi puasa di bulan Sya’ban. Rasulullah melaksanakan puasa di seluruh bulan Sya’ban. Rasulullah melaksanakan puasa di hari-hari bulan Syakban, kecuali hanya sedikit hari saja (beliau tidak berpuasa)”.

Hadis ini mengandung makna, bahwa Rasulullah SAW tidak melaksanakan puasa di bulan Syakban secara keseluruhan. Sepertinya ada kontradiktif antara dua hadits di atas. Menyikapi ini ada dua pendapat ulama: Pertama, suatu ketika Rasulullah SAW pernah melaksanakan puasa di bulan Syakban secara keseluruhan. Tapi tidak setiap tahun. Pada tahun yang lain Rasulullah melaksanakan puasa di bulan Syakban, sebagian besarnya, tidak keseluruhannya. Kedua, makna kullu (semua) dalam hadis ini bukan berarti keseluruhan bulan Syakban, tapi maknanya adalah aktsar (sebagian besar) bulan Sya’ban.

Pendapat yang kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa Rasulullah melaksanakan puasa pada sebagian besar hari-hari bulan Syakban, bukan keseluruhan Syakban.Karena dalam hadis lain dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Aisyah dan Ibnu Abbas menyatakan, “Rasulullah tidak pernah melaksanakan puasa satu bulan penuh, kecuali di bulan Ramadan”. (al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari: 4/214). Intinya, Rasulullah melaksanakan puasa di bulan Syakban melebihi puasa beliau di bulan-bulan yang lain, kecuali bulan Ramadan. Maka kita ikuti Sunnah melaksanakan puasa di bulan Sya’ban tersebut.

Usamah bin Zaid berkata kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, saya tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam satu bulan seperti puasa yang engkau lakukan di bulan Syakban”. Rasulullah bersabda, “Itulah bulan yang banyak dilupakan orang, terletak di antara bulan Rajab dan Ramadhan.Itulah bulan, pada bulan itu amal diangkat kepada Allah Rabb semesta alam.Aku ingin amalku diangkat ketika aku dalam keadaan berpuasa”.(HR. an-Nasa’i). Tidak hanya sekadar puasa, tapi bulan Syakban juga sebagai bulan renungan terhadap semua amal perbuatan yang telah dilakukan selama satu tahun, karena amal itu diangkat dan diperlihatkan kepada Allah SWT.

Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban
Hadis-hadis tentang keutamaan malam Nisfhu Sya’ban disebutkan dalam Musnad Ahmad, al-Mu’jam al-Kabir karya Imam ath-Thabrani dan Musnad al-Bazzar.Rasulullah Saw bersabda,”Allah SWT memperhatikan para makhluk-Nya pada malam Nishfu Sya’ban.Ia mengampuni seluruh makhluk-Nya, kecuali musyrik dan orang yang bertengkar (belum berdamai)”. Hadts ini dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah, no. 1144. Hadis ini mengandung anjuran agar memperbanyak amal di malam Nishfu Sya’ban. Namun terlebih dahulu memperbaiki hubungan sesama manusia, karena Allah tidak menerima doa orang yang belum berdamai.

Puasa Qadha’
Adapun puasa yang tertinggal di tahun lalu, maka wajib diganti di hari lain. Allah berfirman, “Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”. (al-Baqarah: 184). Bulan Syakban adalah kesempatan terakhir untuk membayar utang sebelum Ramadan tiba. Menurut Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, boleh hukumnya melaksanakan puada Qadha’, meskipun setelah pertengahan (nishfu) Sya’ban. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: 6/400).

Kesimpulannya, bulan Syakban memiliki kedudukan khusus dalam syariat Islam, namun tetap diisi dalam koridor tuntunan Alquran dan Sunnah serta pendapat ulama yang benar. Wallahu a’lam.***


Abdul Somad
Alumni Dar al-Hadith, Kerajaan Maroko
Sumber: riaupos.co

0 komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates