Pages

Labels

Jumat, 02 Desember 2011

Pemikiran Hadis Hasbi Ash Shiddieqi

Oleh: Dewi Rusmawati

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Kata Pengantar 
Salah satu pemikir islam Indonesia yang tersohor adalalah Professor Tengku Muhammad Hasbi Ash Siddieqi. Melalui karya-karya terbaiknya, dalam bidang fiqih, tafsir, dan umum, maka hingga sekarang ia tetap di kenal serta di kenang. Pemikirannya sangat luar biasa, ia memiliki gertakan penting yang harus kita ketahui, bahwa ia berpendapat"Fiqh islam, harus di lokalkan/di indonesiakan. Hanya saja, kita belum sempat mengetahui, bagaimana maksud dan aplikasi dari fiqh yang di Indonesiakan ini.
Add caption
Semangat juangnya untuk islam sangat membara. Bentuk konkret dari perjuangan itu, beliau menulis beberapa buku, yang ia mulai sejak ejaan EYD belum ada. Sehingga, bila saudara membaca buku karangan beliau yang pada masa awalnya, maka akan di temukan kembali ejaan lama.[1] Contoh: kata yang di tulis Jang dan lain-lain. Dan berkat ahli warisnya lah, kita akan mendapatkan kemudahan dalam membaca buku-buku beliau. Sebab tata bahasa telah di sempurnakan, tentunya tanpa mengubah isi dan makna dari buku yang beliau tulis.
Karya-karya beliau banyak menjadi referensi bagi ahli hadis atau pemikir-pemikir islam sesudahnya, termasuk salah satunya adalah Suhudi Ismail. dan kita juga sebagai generasi yang akan menlanjutkan perjuangan dari kedua tokoh hadis  tersebut. Sahabat, sambutlah estafet dari ulama ini dengan keteguhan hati dan kekuatan iman.[2]
   B. Rumusan dan batasan masalah
            Melihat pembahasan tentang pemikiran Hasbi ash Siddieqi sangat beragam macam dan lebih dari satu bidang ahli, maka pada makalah ini penulis akan mengetengahkan tentang biografi beliau, karya-karya, dan beberapa contoh beliau dalam memahami hadis.
BAB II

PEMBAHASAN


A.    Biografi Hasbi Ash Siddieqi    
                                               
Professor Tengku Muhammad Hasbi Ash Siddieqi lahir di Lhok Sumawe, Aceh 10 Maret 1904, wafat 9 Desember 1975(Jakarta)- ia seorang mantan guru besar IAIN Sunan Kai Jaga(Jogjakarta). Dalam karir akademiknya, menjelang wafat ia memperoleh 2 gelar doctor honoris: pertama. Dr. HC(Univ. Islam Bandung, Maret 1975.  Kedua, Dr. HC(IAIN. Yogyakarta, oktober 1975.  Gelar ini di dapat berkat jasa-jasanya terhadap perkembangan perguruan tinggi  islam di Indonesia.
Ia lahir dari golongan ulama pejabat, dalam tubuhnya mengalir darah campuran Arab. Dari silsilahnya di ketahui bahwa ia adalah keturunan 37 dari Abu Bakar Ash Shiddieq. Anak dari pasangan  Teungku Amrah, puteri Teungku Abdul Aziz pemangku jabatan Qadhi cilik maharaja mangku bumi dan al-Hajj. Teungku Muhammad Husein Ibn Muhammad Mas'ud. Ketika berusia 6 tahun ibunya wafat. Kemudian, ia di asuh oleh Teungku Syamsiah, salah seorang bibinya. Sejak berusia 8 tahun, Hasbi(Nyantri) dari satu pesantren ke pesantren yang lain yang berada di Bekasi, pusat kerajaan Pasai tempo lalu.
Ada beberapa sisi menarik pada dirinya antra lain: pertama ia adalah seorang otodidak, pendidikan yang di tempuh dari satu pesantren ke pesantren yang lain, dan hanya satu setengah tahun duduk di bangku sekolah al-Irsyad(1926). Dengan basis pendidikan formal seperti itu, ia memperlihatkan dirinya sebagai seorang pemikir. Kemampuannya selaku seorang intlektual di akui oleh dinia internasional Islamic colloquium yang di selenggarakan di Lahore, Pakistan. Selain itu, berbeda dengan tokoh-tokoh lainnya di Indonesia, ia telah mengeluarkan suara pembaharuan sebelum naik haji/belajar di timur tengah.
Kedua ia mulai bergerak di Aceh, di lingkungan masyarakat yang di kenal fanatic, bahkan ada yang menyangka "Angker", namun, Hasbi pada awal perjuangan kendatipun karena itu ia di musuhi, di tawan dan di asingkan oleh pihak yang tidak sefaham dengannya.
Ketiga, dalam berpendapat ia merasa dirinya bebas; tidak terikat dengan pendapat kelompoknya. Ia berpolemik dengan orang-orang Muhammadiyah dan Persis padahal ia juga anggota dari perserikatan itu, ia bahkan berani berbeda pendapat dengan Jumhur Ulama. Sesuatu yang langka di Indonesia.
Keempat, ia adalah orang pertama di Indonesia yang sejak tahun 1960, menghimbau perlunya di bina fiqih yang berkepribadian Indonesia. Himbauan ini menyentak sebagian Ulama Indonesia. Mereka angkat bicara menentang Fiqh(hukum in concreto) di Indonesiakan atau di lokalkan. Bagi mereka, fiqh dan syari'at(hukum in abstracto) adalah semakna dan sama-sama universal. Kini setelah berlalu 35 tahun sejak 1960. Suara-suara nya menyatakan masyarakat muslim Indonesia memerlukan "Fiqh Indonesia" terdengar kembali. Namun sangat di sanyangkan, mereka enggan menyebut penggagas awalnya . mencatat penggagas awal dalam sejarah adalah suatu kewajiban demi tagaknya kebenaran sejarah. Semasa hidupnya, ia telah memiliki buku 72 buku dan 50 artikel[3]. Di bidang tafsir, hadis, fiqh dan pedoman ibadah.
           
B.  Karya-karya beliau :
1.      Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/kalam, di terbitkan oleh PT.Pustaka Rizki Putra TH. 1999 tebal halman 218
2.      Sejarah peradilan islam, Bulan Bintang, Jakarta tahun 1970 tebal halaman 91
3.      Fakta keagungan syari'at islam, Tintamas, Jakarta 1982, tebal hal 52
4.      Peradilan dan hokum acara islam, Offset, Yogyakarta 1964, tebal halaman 155
5.      Kumpulan soal jawab(dalam post graduate course jurusan ilmu figih dosen-dosen IAIN, Bulan Bintang, 1973, tabal halaman 105.
6.      Pengantar hokum islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1994, tabal halaman 280
7.      Koleksi Hadis-hadis hokum, PT. Al-Ma'arif, Bandung, 1972. Tebal halaman 446
8.      Pokok-pokok ilmu diroyah hadis, Bulan Bintang, Jakarta, 1987, tebal halaman 411
Demikian ini adalah karya beliau yang telah penulis temukan naskah bukunya: sementara karya yang lain belum penulis belum bukunya antara lain: khusus terbitan bulan bintang.
1.      Al-Islam, jilid 1 dan 111
2.      Criteria antara sunnah dan bid'ah
3.      Hokum ikhtisar tuntunan zakat dan fitrah(pedoman zakat)
4.      Ilmu kenegaraan dalam fiqih islam
5.      Ilmu pertahanan Negara dan kemeliteran dalam islam
6.      Mutiara hadis, jilid 1, 11, dan 3
7.      Kuliyah ibadah
8.      Mu'jizat al-Qur'an
9.      Kumpulan(perbendaharaan) dzikir dan do'a
10.  Pedoman puasa
11.  Pedoman sholat
12.  Pengantar hukum islam
13.  Pemindahan darah di pandang dari sudut hukum islam
14.  Poligami dalam syaria'at islam
15.  Problematic hadis
16.  Sejarah dan pengantar ilmu hadis
17.  Sejarah dan pengantar al-Qur'an/tafsir
18.  Sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islam
19.  Tuntunan Qur'ban
20.  Fiqh Islam berdaya elastic, bulat dan tuntas.

Pada tanggal 9 Desember 1975, setelah beberapa hari memasuki karantina haji, dalam rangka menunaikan ibadah haji, beliau berpulang kerahmatullah dan jasad beliau di makamkan di pemakaman keluarga IAIN Ciputat, Jakarta pada upacara pelepasan jenazah al-marhum, turut member sambutan almarhum Buya Hamka, dan pada saat pemakaman beliau di lepas oleh almarhum Mr. Moh. Rum. Naskah terakhir yang beliau selesaikan adalah pedoman haji yang kini telah banyak beredar di masyarakat luas.[4]

C.  Contoh pemikiran hasbi ash shiddieqi
Contoh pemikiran hasbi tentang ma'na hadis mengenai nama-nama Allah atas dasar majaz. Dalam sebagian hadis terdapat lafad-lafad nama Allah. Akan tetapi karinah dan pembuatan kalimah sendiri menunjuk kepada yang selain itu. Maka hendaklah di ketahui bahwa yang demikian itu adalah masuk dalam bidang majaz, bukan bidang hakikat dan masuk dalam bidang menamakan sesuatu dengan nama selainnya karena ada hubungan antara keduanya. Atau di takdirkan sesuatu kalimat yang telah di buang(tidak di sebutkan) dalam rangkaian kalimat itu.[5]
Contohnya ialah seperti hadis yang di riwayatkan Muslim dan Abu Huroiroh daripada Nabi SAW.
لا تسبواالدهر فاءن الدهر هو الله

Janganlah kamu memaki masa, karena sesungguhnya Allah, itulah masa.
                                                                       
Dan seperti hadis yang di riwayatkan oleh Aisyah dari Nabi SAW:             
دعوه يبن فان الا نين اسم من اسماء الله تعالي يرتاح اليه المريض
            Biarkanlah orang sakit itu mengerang karena sesungguhnya mengerang itu adalah salah satu nama dari nama-nama Allah yang di senangi oleh si sakit.
Maksud hadis pertama, ialah:"Bahwasannya Allah-lah yang menyebabkan  timbul peristiwa-peristiwa. Maka karenanya janganlah masa itu di cela/dimaki. Maksud hadis ke  dua ialah:"Suara orang sakit itu adalah bekasan dari kekuasaan Allah, yang di senanginya oleh Si sakit." Demikianlah pula harus kita berikan makna-makna yang di juluki oleh karinah.
Seperti halnya ulama lain, Hasbi ash-Shiddieqy berpendirian bahwa syariat Islam bersifat dinamis dan elastis, sesuai dengan perkembangan masa dan tempat. Ruang lingkupnya mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan sesama maupun dengan Tuhannya. Syariat Islam yang bersumber dari wahyu Allah SWT., ini kemudian dipahami oleh umat Islam melalui metode ijtihad untuk dapat mengantisipasi setiap perkembangan yang timbul dalam masyarakat. Ijtihad inilah yang kemudian melahirkan fiqh. Banyak kitab fiqh yang ditulis oleh ulama mujtahid. Di antara mereka yang terkenal adalah imam-imam mujtahid pendiri mazhab yang empat: Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad Hanbal.[6]
Akan tetapi menurut Hasbi ash-Shiddieqy, banyak umat Islam, khususnya di Indonesia, yang tidak membedakan antara syariat yang langsung berasal dari Allah SWT, dan fiqh yang merupakan pemahaman ulama mujtahid terhadap syariat tersebut. Selama ini terdapat kesan bahwa umat Islam Indonesia cenderung menganggap fiqh sebagai syariat yang berlaku absolut. Akibatnya, kitab-kitab fiqh yang ditulis imam-imam mazhab dipandang sebagai sumber syariat, walaupun terkadang relevansi pendapat imam mazhab tersebut ada yang perlu diteliti dan dikaji ulang dengan konteks kekinian, karena hasil ijtihad mereka tidak terlepas dari situasi dan kondisi sosial budaya serta lingkungan geografis mereka. Tentu saja hal ini berbeda dengan kondisi masyarakat kita sekarang.
Menurutnya, hukum fiqh yang dianut oleh masyarakat Islam Indonesia banyak yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Mereka cenderung memaksakan keberlakuan fiqh imam-imam mazhab tersebut. Sebagai alternatif terhadap sikap tersebut, ia mengajukan gagasan perumusan kembali fiqh Islam yang berkepribadian Indonesia. Menurutnya, umat Islam harus dapat menciptakan hukum fiqh yang sesuai dengan latar belakang sosiokultur dan religi masyarakat Indonesia. Namun begitu, hasil ijtihad ulama masa lalu bukan berarti harus dibuang sama sekali, melainkan harus diteliti dan dipelajari secara bebas, kritis dan terlepas dari sikap fanatik. Dengan demikian, pendapat ulama dari mazhab manapun, asal sesuai dan relevan dengan situasi masyarakat Indonesia, dapat diterima dan diterapkan.
Untuk usaha ini, ulama harus mengembangkan dan menggalakkan ijtihad. Hasbi ash-Shiddieqy menolak pandangan bahwa pintu ijtihad pernah tertutup, karena ijtihad adalah suatu kebutuhan yang tidak dapat dielakkan dari masa ke masa. Menurutnya, untuk menuju fiqh Islam yang berwawasan ke Indonesiaan, ada tiga bentuk ijtihad yang perlu dilakukan[7].
Pertama, ijtihad dengan mengklasifikasi hukum-hukum produk ulama mazhab masa lalu. Ini dimaksudkan agar dapat dipilih pendapat yang masih cocok untuk diterapkan dalam masyarakat kita.
Kedua, ijtihad dengan mengklasifikasi hukum-hukum yang semata-mata didasarkan pada adat kebiasaan dan suasana masyarakat di mana hukum itu berkembang. Hukum ini, menurutnya, berubah sesuai dengan perubahan masa dan keadaan masyarakat. Ketiga, ijtihad dengan mencari hukum-hukum terhadap masalah kontemporer yang timbul sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti transplantasi organ tubuh, bank, asuransi, bank, air susu ibu, dan inseminasi buatan.
Karena kompleksnya permasalahan yang terjadi sebagai dampak kemajuan peradaban, maka pendekatan yang dilakukan untuk mengatasinya tidak bisa terpilah-pilah pada bidang tertentu saja. Permasalahan ekonomi, umpamanya, akan berdampak pula pada aspek-aspek lain. Oleh karena itu, menurutnya ijtihad tidak dapat terlaksana dengan efektif kalau dilakukan oleh pribadi-pribadi saja. Hasbi ash-Shiddieqy menawarkan gagasan ijtihad jama’i (ijtihad kolektif). Anggotanya tidak hanya dari kalangan ulama, tetapi juga dari berbagai kalangan ilmuwan muslim lainnya, seperti ekonom, dokter, budayawan, dan politikus, yang mempunyai visi dan wawasan yang tajam terhadap permasalahan umat Islam. Masing-masing mereka yang duduk dalam lembaga ijtihad kolektif ini berusaha memberikan kontribusi pemikiran sesuai dengan keahlian dan disiplin ilmunya. Dengan demikian, rumusan ijtihad yang diputuskan oleh lembaga ini lebih mendekati kebenaran dan jauh lebih sesuai dengan tuntutan situasi dan kemaslahatan masyarakat. Dalam gagasan ijtihad ini ia memandang urgensi metodologi pengambilan dan penetapan hukum (istinbath) yang telah dirumuskan oleh ulama seperti qias, istihsan, maslahah mursalah (maslahat) dan urf.[8]
Lewat ijtihad kolektif ini, umat Islam Indonesia dapat merumuskan sendiri fiqh yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Rumusan fiqh tersebut tidak harus terikat pada salah satu mazhab, tetapi merupakan penggabungan pendapat yang sesuai dengan keadaan masyarakat. Dan memang, menurutnya hukum yang baik adalah yang mempertimbangkan dan memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, budaya, adat-istiadat, dan kecenderungan masyarakat yang bersangkutan. Hasbi ash-Shiddieqy bahkan menegaskan bahwa dalam sejarahnya banyak kitab fiqh yang ditulis oleh ulama yang mengacu kepada adat-istiadat (urf) suatu daerah. Contoh paling tepat dalam hal ini adalah pendapat Imam asy-Syafi’i yang berubah sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya. Pendapatnya ketika masih di Irak (qaul qadim/pendapat lama) sering berubah ketika ia berada di Mesir (qaul jadid/pendapat baru) karena perbedaan lingkungan dan adat-istiadat kedua daerah.[9]
D. Analisa penulis terhadap  pemikiran Hasbi
Penulis telah membaca  beberapa karya Hasbi Ash Shiddieqi, diantaranya adalah sejarah dan pengantar ilmu hadis. Terbitan PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang tahun 1953. Dalam buku ini, beliau membahas tentang, riwayat perkembangannya dan riwayat pembukuannya dari zaman ke zaman hingga sampai kepada masa terkumpulnya dalam"Dewan-dewan hadis" yang muktabar. Ia juga membahas tentang macam-macam ilmu hadis dan sejarah perkembangannya. Kedudukan hadis, sunnah, dalam bidang syariah, fungsinya, rutbahnya, manzilahnya dari al-Qur'an dan batas-batas penjelasannya.
Dalam buku tersebut, beliau juga membahas tentang pokok-pokok ilmu Mustholah ahli hadis, cara dan sighoh hadis, sifat-sifat perowi yang di terima dan yang di tolak riwayatnya, serta sejarah ringkas dari pemuka-pemuka sahabat tabi'in perowi hadis dan ulama-ulamanya.
Pemikiran inti yang beliau tekankan kepada umat masa sekarang adalah, hilangkan kata-kata, "Pintu ijtihad telah di tutup" sebab, apabila kata-kata ini talah mendarah daging dengan umat, sementara permasalahan hukum kian komplek dan ijtihat masa lalu telah tidak lagi cocok untuk di pakai, maka sama artinya islam kurang universal. Tidak bisa memberikan ketetapan hukum yang sesuai dengan zaman dan keadaannya.
Sebagian dari sarjana yang terus menerus berdaya upaya memelihara pelita ijtihad dari hembusan badai taklid, ialah Ibnu Abdil Bar, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah, Ibn Qayim, Ibnu Hajar al-Asqalani, Ash Sayuti, Ash Syaukany, dan Muhammad Abduh. Beliau-bel
iau ini hidup di zamannya masing-masing, sebagai mujaddid pembaharu pengertian-pengertian yang sudah using, pencipta hukum yang sesuai dengan kehendak zaman dan ummat, pembimbing rakyat untuk mengikuti al-Qur'an dan Sunnah.[10]
























BAB II
PENUTUP
     A.  Kesimpulan dan saran
Dari makalah di atas dapat di sumpulkan bahwa, Hasbi Ash Shiddieqi adalah ahli hadis yang berpendapat, pentingnya di buka kembali pintu ijtihad. Sehingga islam menjadi universal bagi kehidupan.
Beliau juga berpendapat, janganlah wahai umat kemudian, terus taklid dengan pendapat-pendapat orang yang telah lalu.
     B. Saran
Makalah ini kami sajikan dengan sebaik-baiknya, dengan harapan mudah di fahami.  namun demikian, masih terdapat bayak kekurangan dan kesalahan di mana-mana. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian, demi perbaikan makalah-makalah selanjutnya. 


[1] .       Tengku Muhammad Hasbi Ash Siddieqi, Sejarah dan pengantar ilmu hadis, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang; 1999 hal. 126

[3]              Menurut catatan ahli waris, Riwayat Hasbi Ash Shiddieqi dapat di baca di fiqh Indonesia, karangan Prof. Dr. Nourouzzaman Shiddieqi. MA, Pustaka Pelajar 1997.
2 Bersumber dari biografi penulis buku dengan judul"Sejarah dan oengantar ilmu tauhid/kalam hal, 219-220
[5] Tengku Muhammad Hasbi Ash Siddieqi, Sejarah dan pengantar ilmu hadis, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang; 1999 hal. 120

[7]  Hasbi Ash Siddieqi, Pengantar Hukum Islam, Jakarta; Bulan Bintang, 1994 hal 65-65
[8] Teungku Muhammad Hasbi Ash shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, Cetakan Kedua (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1999), hlm. 241.

[9] Ibid. 69
1.       Loc. Cit 126

1 komentar:

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates